Bio-L
Bioelectricity from Lapindo Mud (Bio-L) Sebagai Upaya Penyediaan Sumber Energi Terbarukan dengan Metode Microbial Fuel Cells (MFCs)
Lumpur Lapindo adalah tragedi menyemburnya lumpur panas yang dikarenakan kesalahan pengeboran minyak oleh PT. Lapindo Brantas di Dusun Balongnongo, Desa Ronokenongo, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur pada tanggal 29 Mei 2006. Diketahui bahwa volume lumpur di Sidoarjo sekitar 50.000 m3 setiap harinya. Lumpur tersebut mengandung mineral silika 25.67%, natrium 1.17%, magnesium 1.75%, alumunium 13,27%, klorin 0.91%, kalium 1.93%, kalsium 1.54%, besi 7.89%, kadmium 0.3%, tembaga 0.4%, dan timbal 0.73%. Selain mengandung mineral, aktivitas semburan lumpur juga mengeluarkan gas metana. Semburan gas metana ini keluar dari bawah permukaan tanah melalui celah akibatnya bau gas metana yang keluar dalam radius 25 meter dari titik semburan cukup terasa menyengat. Diprediksi pada jarak lebih dari tiga meter dari titik semburan kandungan gas metana yang terdeteksi sekitar 20 -30%. Sementara itu dalam radius di bawah tiga meter kadar gas metana di atas 100% yang mengakibatkan lumpur mudah terbakar jika terpercik api. Jika diteliti lebih lanjut, lumpur lapindo mengandung senyawa logam tanah jarang (rare earth), logam ini merupakan komponen dalam pembuatan baterai untuk kendaraan listrik. Maka dari itu, kami meneliti dan memanfaatkan kandungan yang terdapat dalam lumpur lapindo untuk dimanfaatkan sebagai biolistrik dengan menggunakan metode Microbial Fuel Cells (MFCs). Tujuan dari pembuatan inovasi ini yaitu, pertama mempelajari potensi Lumpur Lapindo di Sidoarjo sebagai sumber pembangkit listrik dengan menggunakan metode Microbial Fuel Cells (MFCs). Yang kedua memanfaatkan berlimpahnya lumpur Lapindo yang masih mengandung karbon organik sebagai substrat di dalam sistem MFCs. Inovasi ini diharapkan dapat dimanfaatkan masyarakat luas sebagai sumber energi terbarukan, karena dengan seiring bertambahnya waktu semua menggunakan listrik untuk kebutuhan hidup yang instan. Keunikan inovasi ini lahir karena memanfaatkan bakteri yang dapat mereduksi logam untuk menghasilkan listrik. Adapun bakteri yang dimanfaatkan adalah, Geobacter sulfurredunens, Geobacter metallireducens, Shewanella putrifanciens, Clostridium butyricum, Rhodoferax ferrireduncens, dan Aeromonas hydrophila. Dalam penelitian ini, kami menggunakan metode research and development (R&D). Sedangkan dalam mengumpulkan data, kami melalui beberapa tahapan yakni, studi literatur, melalukan preparasi alat dan bahan pada ruang laboratorium, dan melakukan analisis data. Penelitian ini berlangsing selama tiga bulan, yang dilaksanakan di Laboratorium Kimia MAN Sidoarjo dan uji sampel yang dilakukan di Laboratorium Universitas Brawijaya. Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu pertama tahap pengembangan pendahuluan, meliputi survei lokasi lumpur lapindo serta pembuatan rancangan percobaan berupa desain bangunan. Dan tahap kedua yaitu tahap pengembangan inti, pada tahap ini kami melakukan analisa kelayakan inovasi serta survei kepada masyarakat sekitar dan lingkungan sekolah. Hasil elektrisitas menunjukkan bahwa perlakuan paling optimal untuk menghasilkan elektrisitas terbaik adalah kombinasi antara seng dan tembaga dengan rata-rata elektrisitas 1,4 volt dalam setiap dua chamber. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, lumpur Lapindo dapat dimanfaatkan sebagai biolistrik dengan menggunakan metode microbial fuel cells (MFCs) dan menghasilkan listrik sebesar 1,4 volt setiap dua chamber. Kata kunci: Biolistrik, lumpur Lapindo, microbial fuel cells (MFCs).
foto produk

Bio-L

Perguruan Tinggi:

Ketua: Muhammad Is’ad Rozan

Anggota 1: Almayra Khanza Fahrani

Anggota 2: